tag:blogger.com,1999:blog-7964602786158176492024-03-27T11:41:14.591-07:00InspirasiInspirasiku, inspirasimu, inspirasi kita semuainspirasihttp://www.blogger.com/profile/09710089611894292146noreply@blogger.comBlogger3125tag:blogger.com,1999:blog-796460278615817649.post-33296792148984382992011-12-09T18:32:00.000-08:002011-12-09T18:40:33.637-08:00Kontroversi Dampak Buruk Internet: Hiperteks vs Buku Teks<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbv0lRoIxL6TuXKhSd_e5bmXLko79et492TRgsFhFjKHoA0ItzMcJWpszZvBXfIpnehVN3UKI-6Nbl19ant5dafIW_r3hN9ExHHkZ2lAkXXpioOM32Jo43TwOGFV5DZGEAeiNwcnhdQbHe/s1600/vs+copy.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="282" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbv0lRoIxL6TuXKhSd_e5bmXLko79et492TRgsFhFjKHoA0ItzMcJWpszZvBXfIpnehVN3UKI-6Nbl19ant5dafIW_r3hN9ExHHkZ2lAkXXpioOM32Jo43TwOGFV5DZGEAeiNwcnhdQbHe/s320/vs+copy.jpg" width="320" /></a>Saya ingin membuka tulisan ini dengan cerita pengalaman seorang Ahli Sejarah, David Bell, ketika ia membaca ebook <i>The Genesis of Napoleonic Propaganda</i>, di Internet.<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify;"> “Beberapa klik, dan teks segera muncul di layar komputer saya. Saya mulai membaca, akan tetapi ketika buku tersebut tertulis dengan baik dan informatif, saya mendapati sulit bagi saya untuk berkonsentrasi. Saya berkali-kali melakukan scroll, mencari kata kunci dan menginterupsi diri saya lebih dari biasanya dibanding ketika saya mengisi ulang cangkir kopi saya, memeriksa e-mail, memeriksa berita, menata file di laci meja. Bahkan saya menyelesaikan buku itu dan merasa senang melakukannya. Akan tetapi beberapa minggu kemudian, saya sulit untuk mengingat apa yang sudah saya baca.”<br />
<a name='more'></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Apa yang terjadi dalam diri Pak Bell ini adalah sebuah dampak internet yang mungkin sering juga dialami oleh teman-teman lain yang dimanjakan oleh kemudahan membaca hiperteks di layar komputer, juga fenomena yang akhir-akhir ini menjadi kontroversi di kalangan ilmuwan psikologi dan teknologi. Yaitu:</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Internet memberikan beban kognitif kepada otak sehingga tidak dapat berpikir secara mendalam</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Mengapa hal itu terjadi?</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Penelitian memberikan suatu gambaran efek kognitif hiperteks yang lebih menyeluruh dan berbeda. Mengevaluasi hubungan dan mengarahkan jalur yang melaluinya, hubungan tersebut keluar, meliputi tugas pemecahan masalah yang dibutuhkan secara mental yang mana merupakan tambahan terhadap tindakan membaca itu sendiri. <b>Hiperteks</b> secara substansial meningkatkan beban kognitif pembaca dan memperlemah kemampuan mereka untuk memahami dan mempertahankan apa yang tengah mereka baca. Studi yang dilakukan pada tahun 1989 menunjukkan bahwa pembaca hiperteks seringkali berakhir dengan melakukan klik terhadap gangguan yang muncul “melalui halaman, bukannya membacanya secara teliti.” Eksperimen yang dilakukan pada tahun 1990 mengungkap bahwa pembaca hiperteks seringkali “tidak dapat mengingat apa yang sudah dan belum mereka baca.” Pada studi lain di tahun yang sama, penelitian terdiri dari dua kelompok orang yang menjawab pertanyaan dengan cara mencari seperangkat dokumen. Satu kelompok mencari melalui dokumen hiperteks elektronik, sedang yang satunya mencari melalui dokumen kertas tradisional. Kelompok yang menggunakan dokumen kertas kalah dibanding kelompok hiperteks dalam menyelesaikan tugas. Dalam membahas hasil ini, dan juga eksperimen lainnya, editor dari buku tentang hiperteks dan kognisi pada tahun 1996 menulis bahwa hal ini dikarenakan hiperteks “memiliki beban kognitif yang lebih besar bagi pembaca,” </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Lusinan studi oleh psikolog, ahli neurobiologi, pendidik, dan perancang Web menunjukkan kesimpulan yang sama: Ketika kita online, kita memasuki lingkungan yang memicu pembacaan singkat, terburu-buru, dan pikiran yang kebingungan, serta pembelajaran superfisial. Memang dimungkinkan untuk berpikir secara mendalam ketika berselancar di Internet, seperti halnya mungkin juga untuk berpikir secara dangkal ketika membaca buku, akan tetapi itu bukan tipe pemikiran yang dipicu dan dihargai oleh teknologi tersebut.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Menjelajahi Web memerlukan bentuk kemampuan <i>multitasking</i> mental yang intensif. Sebagai tambahan, dalam membanjiri memori kerja kita dengan informasi, sulap tersebut memaksakan apa yang disebut para ilmuwan otak sebagai “biaya pengganti” pada kognisi kita. Tiap waktu kita mengalihkan perhatian kita, otak kita menjadi kehilangan orientasinya, hal ini membebani sumber daya mental kita. Sebagaimana yang dijelaskan Maggie Jackson dalam Distracted, bukunya yang membahas tentang <i>multitasking</i>, “Otak memerlukan waktu untuk mengubah tujuan, mengingat aturan yang dibutuhkan untuk tugas baru, dan menghalangi gangguan kognitif dari aktivitas sebelumnya yang masih sangat jelas.” Banyak studi menunjukkan bahwa beralih dari dua tugas dapat meningkatkan beban kognitif, menghalangi pikiran kita dan meningkatkan kecenderungan dimana kita akan keliru melihat informasi penting atau salah menginterpretasikannya. </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Keberadaan hiperteks pada Internet atau situs-situs web, dengan segala tautan, iklan, dan bahkan kini banyak fasilitas jejaring sosial, secara berkelanjutan memberikan beban kognitif kepada otak dengan secara berkala 'mengganggu' otak dengan berbagai sinyal yang memang 'dirancang' untuk mengganggu otak kita. </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Akibatnya:</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Internet menghambat kemampuan kita untuk bisa melakukan kontemplasi dan berpikir secara mendalam sebagaimana yang biasa kita lakukan ketika membaca buku teks</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Untuk membuktikan hal ini, teman-teman bisa membandingkan, membaca ebook di layar monitor dengan membaca novel di tangan... Jujurlah pada perasaan teman-teman sekalian tentang apa yang teman-teman rasakan saat itu... </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Terutama bila pada saat membaca ebook, bersamaan dengan itu datang email masuk, notifikasi Facebook harus dijawab, dan Tweet dari orang yang teman-teman Follow mengabarkan update berita...</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Saya menutup thread <b>Kontroversi Dampak Buruk Internet: Hiperteks vs Buku Teks</b> ini dengan mengutip kalimat Nicholas Carr dalam "The Shallows":</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><i>The Net grants us instant access to a library of information unprecedented in its size and scope, and it makes it easy for us to sort through that library - to find, if not exactly what we were looking for, at least something sufficient for our immediate purposes. What the Net diminishes is the ability to know, in depth, a subject for ourselves, to construct within our own minds the rich and idiosyncratic set of connections that give rise to a singular intelligence</i>.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Terjemahan bebas dari penulis:</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">"Internet memberikan kita akses instan terhadap perpustakaan informasi, ukuran dan lingkup tak terbatas, dan menjadikan kita mudah dalam memilah di perpustakaan tersebut – untuk menemukan, jika bukan benar-benar yang kita cari, paling tidak sesuatu yang sesuai dengan tujuan kita. Apa yang dihilangkan oleh Internet adalah kemampuan untuk mengetahui, secara mendalam, subyek itu sendiri, untuk diri kita, untuk mengkonstruksi pikiran kita dengan seperangkat hubungan yang kaya dan bersifat istimewa yang memberikan kita suatu kecerdasan tunggal."</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Saya disini juga ingin mengkampanyekan</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">SELAMATKAN BUKU TEKS! SUMBER INSPIRASI DAN PEMIKIRAN MENDALAM KITA!</div>inspirasihttp://www.blogger.com/profile/09710089611894292146noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-796460278615817649.post-64947201398001061102011-12-09T18:22:00.000-08:002011-12-09T18:43:43.408-08:00Kekuatan Perempuan dalam Tutur Kata Asma Nadia<m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSf71cyRmds1Xriz9X2cawo3Df8GVMn7mT9v7oNr_T5t0qxsdCY3Wrym5PXlbhQPETPoEjh6A1GL93c34BLvHyYbjrwCq-2EV0N9YBYp885xo2x6zGTEI_igRXM5pXCvBmnC6uuc6QRHrm/s1600/Asma+Nadia.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSf71cyRmds1Xriz9X2cawo3Df8GVMn7mT9v7oNr_T5t0qxsdCY3Wrym5PXlbhQPETPoEjh6A1GL93c34BLvHyYbjrwCq-2EV0N9YBYp885xo2x6zGTEI_igRXM5pXCvBmnC6uuc6QRHrm/s320/Asma+Nadia.jpg" width="218" /></a>Dari dulu saya adalah salah satu orang yang yakin bahwa perempuan memang sosok yang kuat. Kodrat mendasar sebagai individu yang akan ‘dititipi’ janin untuk dilahirkan, dirawat dan dibesarkan, sudah tak terbantahkan, belum lagi berbagai fenomena yang menunjukkan kekuatan batin seorang perempuan yang melampaui batasan kekuatan fisiknya. Hal itulah yang saya dapati ketika membaca karya Asma Nadia, “Catatan Hati Seorang Istri”.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Anda keliru bila membayangkan bahwa budaya patriarki bisa membungkam kekuatan perempuan. <br />
<a name='more'></a>Apa yang dituliskan di buku ini menunjukkan bahwa perempuan bukan hanya mahluk yang memiliki kelembutan hati dan tutur serta sikap santun, akan tetapi juga tekad membaja serta kekuatan tersembunyi yang luar biasa. Melalui berbagai cerita yang diungkap Asma Nadia, dimana sumber cerita bukan hanya dari kehidupan sehari-harinya sendiri, akan tetapi juga dari berbagai rekan dan individu lain yang menjadi kontributor dalam berbagi cerita, pengarang yang konsisten dengan tema-tema Islami ini mengungkap kekuatan tersembunyi perempuan, yang terpancar dari keteguhan hati dan sikap dalam menghadapi kehidupan. </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Agak berbeda dengan karya sajian Asma Nadia biasanya, konsep dari buku ini adalah kehidupan riil yang dihadapi oleh tiap individu, dalam hal ini, yang dihadapi oleh perempuan-perempuan yang dikenal oleh Asma Nadia. Bukan hanya cerita bahagia ataupun derai tawa, di sini Asma Nadia juga mengungkap pahit getir kehidupan serta kepedihan yang seringkali dihadapi perempuan. Dimana cobaan-cobaan tersebut terkadang bagi kita serasa di luar batas kesanggupan individu untuk menghadapinya, namun mengikuti tutur cerita Asma Nadia, kita akan terperangah, bagaimana mahluk yang kita pandang lemah lembut dan ringkih, <b>perempuan</b>, bisa menghadapi semua itu.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Seperti juga komentar beberapa orang, pada awalnya saya merasa bahwa buku ini mengungkapkan kebejatan-kebejatan laki-laki dan bagaimana sang perempuan secara luar biasa mampu menghadapinya. Namun semakin saya membaca buku ini, makin sadarlah saya bahwa bukan hanya itu yang ingin disampaikan. Asma Nadia juga memberikan contoh teladan lelaki dan suami yang baik dalam beberapa cerita, seperti misalnya seorang ayah yang menolak untuk menikah lagi setelah istrinya meninggal dunia, bahkan meskipun anak-anaknya rela dan restu agar ia menikah lagi. </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Namun tak pelak ketegaran perempuan merupakan tema sentral buku ini. Saya terharu biru membaca kisah seorang perempuan, teman penulis, yang mana tidak pernah mengungkap keburukan suaminya, sekalipun sudah jadi rahasia umum bahwa suaminya adalah tukang main perempuan, penjudi, pemadat, dan berbagai tindak tercela lainnya. Ia selalu tersenyum sambil menceritakan kebaikan-kebaikan suaminya, bahkan demikian bahagia ia tampaknya, sehingga tidak seorang pun dari teman-temannya yang tega untuk mengungkap keburukan-keburukan sang suami dihadapannya. Bukan main akhlak yang dimiliki perempuan terpuji ini.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Asma Nadia bertutur dalam bahasa yang lugas dan tidak berbelit-belit. Semua cerita disajikan secara padat, tidak bertele-tele, namun indah. Kesemuanya memberikan kesan mendalam bagi pembacanya, menunjukkan bahwa kisah-kisah ini telah dipilih dan disaring. Kesemua kisah seolah memiliki cahaya sendiri, yang menyinarkan ketangguhan dan keluhuran sikap budi pekerti seorang perempuan. Ini merupakan koleksi yang wajib dimiliki oleh perempuan, dan wajib dibaca oleh laki-laki.<br />
Demikianlah <b>Kekuatan Perempuan dalam Tutur Kata Asma Nadia.</b></div>inspirasihttp://www.blogger.com/profile/09710089611894292146noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-796460278615817649.post-17213615254738291232011-12-09T17:51:00.000-08:002011-12-10T17:01:24.705-08:00Tips Cepat Pintar Berbahasa Asing<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiz3dtU8hTu8n99-MQUEpPInpBfOow1od1JFDPStgFj8mI33ct009llms8pRe5RBtqSJhyphenhyphenDBgBbSO-QI6NQyBZXc93-zVqfkSAZloqUOHiYaOwkYizf6qYa3wXbpMdn2n061dC5RCreT17v/s1600/bhs1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="305" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiz3dtU8hTu8n99-MQUEpPInpBfOow1od1JFDPStgFj8mI33ct009llms8pRe5RBtqSJhyphenhyphenDBgBbSO-QI6NQyBZXc93-zVqfkSAZloqUOHiYaOwkYizf6qYa3wXbpMdn2n061dC5RCreT17v/s320/bhs1.jpg" width="320" /></a></div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVDW7nELjMFUoS9tWMW0h1X8UESxtP5UGHOD4mi7FkGFoDw9XqA3yBTe0ty4DjTGBInQXOZaYuneQ2X0-AyvePaQ7Vn53BE9DD-nyGgyzR0MevtFaUv3Ki1JNjVkewiLXzo6oxBlZTftC6/s1600/bhs1-fix.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><br />
</a><br />
Selama ini banyak teman (non-penerjemah) yang menanyakan gimana tips-nya biar cepat pintar berbahasa asing. Dalam hal ini, saya setuju dengan apa yang sering diungkapkan oleh Bapak Teguh Handoko, seorang Guru Kursus Bahasa Inggris Online. Beliau menyatakan bahwa Bahasa adalah Alat (terkadang Bapak Teguh menekankan: “Bukan Ilmu!”). Kata kuncinya disini adalah Alat. Artinya?... <br />
<br />
<a name='more'></a>Alat harus digunakan. Bukan dianalisis, dihafalkan rumus-rumusnya, dan dijadikan referensi. Bagaimana menggunakan bahasa sebagai alat?...Pada prinsipnya, ada tiga penggunaan bahasa sebagai alat, yaitu:<br />
<br />
<b>1. Berbicara</b><br />
Bahasa harus dipakai untuk berbicara. <br />
Karena yang kita inginkan adalah menguasai bahasa asing, maka kita harus menggunakan bahasa asing tersebut dalam pembicaraan. Tidak harus dengan native speaker atau penutur asli bahasa tersebut. Cukup dengan sesama teman dalam komunitas penggemar atau pengguna bahasa yang sama. Apabila punya koneksi atau relasi, barulah mencoba menggunakan bahasa tersebut untuk berbicara dengan native speaker yang merupakan penutur asli. Targetnya? … Tidak perlu grammar yang sempurna atau pilihan kalimat yang tepat. Yang penting adalah penutur asli tersebut mengerti apa yang kita maksudkan dalam pernyataan kita (minimalnya). Saya memiliki teman seorang Seniman Keramik yang melakukan Pameran di berbagai negara di belahan bumi ini. Kemampuan bahasa Inggrisnya tidak begitu baik (sehingga beliau sering menggunakan jasa saya dalam korespondensi dan pengurusan dokumen). Tapi beliau selalu dapat menyampaikan maksudnya tiap kali berada di negara asing dengan bermodalkan kemampuan bahasa Inggris pas-pasan didukung oleh gestur dan berbagai ungkapan non-verbal lainnya. Inilah yang saya maksudkan bahwa beliau benar-benar menggunakan bahasa, dalam segala keterbatasan kemampuannya, sebagai alat. Bukan sebagai ilmu. Sehingga pada akhirnya beliau mampu mengkomunikasikan maksudnya. Oya, satu hal lagi yang penting, dalam berbicara, pronounciation diusahakan semaksimal mungkin agar tepat, sesuai dengan cara pelafalan kosakata aslinya untuk menghindari mispersepsi dari individu yang kita ajak berkomunikasi. <br />
<br />
<b>2. Membaca</b><br />
Membaca merupakan cara termudah menggunakan bahasa sebagai alat. Kita dapat dengan mudah memperoleh materi bahasa asing untuk kita baca. Tidak perlu materi sastra yang tebal dan rumit. Cukup syair lagu yang ringan dan menghibur, puisi berbahasa asing, game komputer, atau artikel-artikel ringan dari materi yang kita sukai (sepakbola misalnya…) Yang terpenting disini adalah kita berupaya untuk mendapatkan pemahaman atas materi itu. Bila telah memahami secara umum, cobalah perhatikan kosakata yang menyusun materi dan dipahami satu persatu maknanya, jangan lupa konteks yang menyertai kosakata tersebut. Ini merupakan salah satu cara belajar bahasa asing yang paling efektif. Saya sendiri tertarik pada Bahasa Inggris setelah mendengar lagu “Yesterday”-nya The Beatles yang tiap pagi diputar Papa saya (pada waktu itu saya masih berusia 5 tahun – atau kurang), sehingga yang saya inginkan adalah bisa menyanyikan lagu itu dengan benar (waktu itu belum berpikir untuk memahami maknanya, paling-paling saya menanyakan arti kata-kata yang menarik perhatian saya…), dan pada akhirnya menjadi awal kecintaan saya pada Bahasa Inggris – hingga memilih karir sebagai penerjemah seperti saat ini. <br />
<br />
<b>3. Menulis</b><br />
Menulis merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berbahasa asing. Kesulitannya adalah menemukan seseorang untuk mengkoreksi benar tidaknya tulisan kita. Berbeda dengan berbicara dalam bahasa asing, dimana secara langsung kita dapat memberikan pemahaman, tulisan memerlukan interpretasi yang lebih dibanding penggunaan bahasa verbal. Selain itu, dalam bahasa tulis, tingkat ketepatan penggunaan kosakata dan tata-bahasa perlu lebih diperhatikan, karena bila dibiarkan akan mendorong kita berbahasa secara keliru. Oleh karena itu, untuk menggunakan bahasa sebagai alat melalui cara “menulis”, kita memerlukan bantuan seseorang yang kompeten untuk menilai tulisan kita dan memberikan masukan tentang bagaimana menuliskan maksud kita secara tepat. Menulis dalam bahasa asing memang memerlukan upaya yang lebih. Bahkan menulis dalam bahasa kita sendiri saja (Bahasa Indonesia) mungkin bisa menimbulkan orang lain kesulitan untuk menangkap makna yang ingin kita sampaikan bukan?<br />
<br />
Jadi untuk bisa lebih mahir dalam berbahasa lain, tak lain dan tak bukan adalah dengan bertindak. Bahasa adalah alat yang harus digunakan, dan kita tidak dapat menggunakan bahasa tanpa aktivitas mendasar: berbicara, membaca, dan menulis sebagaimana yang saya ungkap dalam <b>Tips Cepat Pintar Berbahasa Asing</b> di atas. Selamat mengembangkan kemampuan berbahasa asing!inspirasihttp://www.blogger.com/profile/09710089611894292146noreply@blogger.com0